IMG-LOGO

Sejarah Desa

Create By 30 April 2014 6 Views

Sejarah Desa Sengi

  1. Desa Sengi awalnya merupakan sebuah hutan di lereng Gunung Merapi. Awal abad 17, seorang bapak muda bernama Cokro (selanjutnya diberi tambahan Joyo Prihatin, sehingga nama lengkapnya Cokro Joyo Prihatin) menyadap pohon aren (nderes) sebagai bahan pembuat gula aren di hutan tersebut. Pada tengah hari, setelah berhasil memanjat beberapa pohon aren, ia istirahat. Karena capek sampai tertidur. Saat lelap tidur, ia dibangunkan oleh seseorang yang berpakaian serba putih, yang belakangan ternyata orang itu adalah Sunan Kalijaga. Dalam pertemuan di hutan tersebut, Sunan Kalijaga mengambil sebatang ramping (tongkat) dan menancapkan di tanah. Sunan Kalijaga berpesan agar Cokro Joyo Prihatin tetap menjaga tongkat tersebut sampai ia kembali ke tempat itu.
  2. Hari demi hari Cokro Joyo Prihatin menjaga tongkat itu dengan tetap memeganginya. Rasa lapar dan haus, kedinginan dan bahkan kehujanan tidak menyurutkannya untuk tetap menjaga tempat itu. Semua itu dilakukan karena ia sudah menyatakan sanggup menjalankan pesan Sunan Kalijaga. Meskipun sangat berat, ia bertekad tetap bertahan (dalam bahasa Jawa dikenal dengan kata prihatin). Karena itulah kemudian ia diberi tambahan nama prihatin, sedangkan joyo dalam bahasa Jawa bisa diartikan sebagai kuat, unggul, atau menang. Jadi tambahan nama Joyo Prihatin ini karena ia kuat menahan sakit dan segala kesulitan.
  3. Sementara itu sanan keluarga Cokro Joyo Prihatin kebingungan kerana sudah berhari-hari ia tidak pulang. Kemudian diputuskan bersama-sama mencarinya di hutan. Tetap saja tidak menemukan Cokro Joyo Prihatin. Ada seseorang yang mengusulkan supaya hutan dibakar dengan maksud Cokro Joyo keluar dari hutan. Sesaat kemudian hutan terbakar, pohon-pohon tumbang menjadi arang, rata dengang tanah. Tampaklah Cokro Joyo Prihatin berdiri dengan tetap memegang tongkat. Setelah didekati, tampak tubuhnya terbakar (gosong, geseng). Maka Cokro Joyo Prihatin juga dikenal dengan nama Kyai Geseng. Bekas hutan yang terbakar ditempati warga keturunan Cokro Joyo Prihatin yang kemudian wilayah itu dikenal dengan nama Sengi, mengadopsi dari kata geseng (Kyai Geseng).
  4. Urutan kaepala desa :

Kepala Desa yang pernah menjabat :

Kepala Desa I         : Mbah Manten dari Dusun Sengi

Tidak dapat ditemukan catatan atau referensi lainnya tentang masa pemerintahannya, kondisi desa saat ia menjabat, dsb.

 

Kepala Desa II        : Jaswandi dari Dusun Candi Pos

Tidak dapat ditemukan catatan atau referensi lainnya tentang masa pemerintahannya, kondisi desa saat ia menjabat, dsb..

 

Kepala Desa III       : Mbah Asmo dari Dusun Ngampel

Memerintah Desa Sengi tahun 1898 s.d. tahun 1944 (46 tahun), saat masa penjajahan Belanda dan Jepang. Waktu itu masa yang sangat sulit, terutama dalam hal pangan. Kegiatan warga hampir 100% utnuk mencari makan. Dan itu tidak menjamin setiap hari bisa makan (nasi jagung). Beberapa harus terbiasa 3 (tiga) hari sekali makan nasi jagung. Untuk mengganjal perut, warga makan ubi, gembili, singkong, berut, lendro, bahkan ada yang terpaksa harus makan batang / bonggol pisang. Oleh karenanya pemerintahan desa tidak efektif dan kurang ada kemajuan yang berarti.

 

Kepala Desa IV      : Margono Prawiro Atmojo dari Dusun Ngampel

Putra bungsu Mbah Asmo (Kepala Desa III) ini memimpin Desa Sengi selama 42 tahun, yaitu mulai tahun 1944 s.d. 1986. Saat menjadi Kepala Desa, usianya masih sangat muda, 18 tahun. Seiring dengan perubahan kondisi nasional setelah kemerdekaan, Desa Sengi juga mengalami beberapa perkembangan, terutama bidang pangan. Pada masa pemerintahannya, beberapa bendung dan saluran irigasi dibangun sehingga banyak lahan tandus / kering bisa ditanami padi. Diperkirakan lebih dari separuh warga sudah mulai tercukupi kebutuhan pangannya. Didirikan juga 2 (dua) Sekolah Dasar / Sekolah Rakyat di dua dusun yaitu Dusun Candi Posa dan Dusun Gowok Pos. Pemerintahan Desa sudah mulai berjalan menuju efektif dengan adanya Kepala Dusun (Bayan) di setiap dusun, Carik (Sekretaris Desa), dan pembantu Kepala Desa yang lain. Beberapa keluarga bisa/ mampu memperkokoh bahkan membangun rumah permanen.

 

Kepala Desa V       : Soebandi dari Dusun Ngampel

Soebandi adalah putra Margono Prawiro Atmojo. Sebelumnya menjabat Carik (Sekretaris Desa) saat ayahnya menjabat Kepala Desa. Pada pemerintahnnya mencoba berusaha meneruskan kebijakan dan model kepemimpinan ayahnya. Tetapi tidak terlalu banyak kemajuan yang dicapai. Bahkan dengan semakin terbukanya peluang masyarakat dalam beberapa akses, Soebandi nampak kurang siap. Apalagi setelah angin reformasi mulai sayup-sayup terhembus. Masyarakat cenderung menginginakan beberapa perubahan pada segala bidang, terutama transparansi dan partisipasi. Hal ini kurang bisa “dikelola” dengan bijak dan cerdas  oleh Soebandi sehingga tingkat kepercayaan masyarakat menurunini ditandai dengan tidak terpilihnya kembali saat ia mencalonkan lagi menjadi Kepala Desa Sengi.

 

Kepala Desa VI      : Yanso, S.Ag. dari Dusun Sengi

Terpilihnya sebagai Kepala Desa tahun 1999 s.d. 2011. Pada masa awal pemerintahannya bertepatan dengan tumbangnya rezim Orde Baru dengan digantikan rezim Reformasi, ada beberapa perubahan yang dituntut oleh masyarakat. Demokrasi, kebebasan pers, pemenuhan hak sipil, dan sebagainya menjadi issue paling dominan di semua lapisan masyarakat termasuk pedesaan. Lahirnya beberapa partai politik pada satu sisi menjadi peluang pendidikan politik dan demokrasi sampai masyarakat desa, tetapi di sisi lain berpotensi disintegrasi dan lunturnya nilai-nilai kearifan lokal seperti misalnyasaling menghargai, gotong royong, dsb.

Pada kondisi ini, Yanso, S.Ag. menyikapi dengan cara berupaya membongkar mitos pemerintah desa sebagai penguasa desa dengan paradigma baru yaitu sebagi pelayan. Kran kebebasan, transparansi, demokrasi dibuka dengan harapan ada proses pembelajaran pada masyarakat. Namun karena beberapa keterbatasan, terutama SDM masyarakat serta reformasi tidak di kawal dengan konsisten oleh negara (pemerintah), upaya ini belum dimaknai oleh masyarakat secara keseluruhan.

Sebagai pribadi yang visioner, Yanso, S.Ag. berusaha mengawal jalannya pemerintahan desa dengan meminimalisir beberapa permasalahan umum pada masyarakat transisi. Usaha ini sebenarnya telah membuahkan hasil meskipun belum pada tataran ideal, namun erupsi dan lahar dingin Merapi mampu menggerus beberapa aspek kehidupan masyarakat Desa Sengi. Diperlukan upaya ekstra untuk menumbuhkan lagi rasa percaya diri, kemandirian masyarakat, dan pemulihan bidang fisik maupun psikis.

 

Kepala Desa VII     : Nur Ihksan, S.Pd.

Menjabat sebagai kepala desa Sengi  mulai tanggal 6 April 2013, Sampai 28  Aoril 2015 ( ±2 th ) karena meninggal dunia . Kebijakan yang diambil lebih banyak mengacu pada realisasi kegiatan yang tertuang dalam dokumen  RPJMDes. Disamping itu ada beberapa terobosan baru antara lain :

 

  1. Mengembangkan seni dan budaya dengan menyelenggarakan Gelar Budaya.
  2. Meningkatkan kesejahteraan perangkat dengan menambah porsi tanah bengkok aparat yang diambil dari bengkok kepala desa.
  3. Berupaya keras menjaga kelestarian lingkungan hidup, irigasi pertanian dan sumber mata air dengan sebuah komitmen mengawal Perdes Desa Sengi tahun 2013 tentang lingkungan hidup.

 

Pada saat ini (akhir tahun 2014) sedang dilakukan beberapa kajian dan penjajagan untuk membentuk BUMDES dalam rangka pencapaian visi Desa Sengi yaitu Terwujudnya Desa Agropolitan yang Berkeadilan Selaras Dengan Merapi.